Penyesuaian
diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri
dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka,
depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang
tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).
Penyesuaian dapat
diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut :
- Penyesuaian berarti adaptasi; dapat
mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan sosial.
- Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai
konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau
prinsip.
- Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan,
yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon –
respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki
kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekkuatt/ memnuhi
syarat.
- Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan
kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara
positifmemiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada
diri sendiri dan pada lingkungan.
Kartini
Kartono, 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Variasi dalam pertumbuhan.
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
Kondisi-kondisi untuk bertumbuh.
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
· PERTUMBUHAN
PERSONAL
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia disebut
sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya
sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang
khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik
terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu
tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit
demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter
atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan
banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan
keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan
kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling
dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti
menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup
keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma
yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung
individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah hal
itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam
masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma
tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya
suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam
menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam
kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam
lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang
cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan individu:
Faktor genetik
· Faktor
keturunan — masa konsepsi
· Bersifat
tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
· Menentukan
beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata,
pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti
temperamen
· Potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
Faktor eksternal / lingkungan
· Mempengaruhi
individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
· Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari
lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan
pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah
individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh
dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang
menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin
sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses perubahan secara
perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru
kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan
dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap
disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak
lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
Contoh : Saat seorang mahasiswa mengalami masalah
mengenai penurunan nilainya. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban
pikirannya, misalnya dengan malakukan hobinya contohnya dengan bermain bola.
Basuki,Heru.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Universitas
Gunadarma
Tulisan 2
A. Teori Mengenai Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai hubungan interpersonal,
yaitu:
1. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang
lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan
Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran
sosial sebagai berikut:
“Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa
setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan
sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi
ganjaran dan
biaya”.
Ganjaran yang dimaksud adalah
setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu
hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap
nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang
negatif yang terjadi dalam.
suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik,
kecemasan, dan
keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menimbulkan efek-efek
tidak menyenangkan.
2. Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan
peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan
peranannya.
3. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat
strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem
yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan.
Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan
mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu, segera akan
diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan
bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.
B. Tahap Hubungan Interpersonal
Adapun tahap-tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga
dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari
proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh
usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya.
Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai
pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses
mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi
pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a)
informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c)
rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang
lain; serta g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat
statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan
keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini,
yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional
yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan
interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang
tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang
siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai
pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus
berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan.
Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak
yang mau mengalah.
Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti
oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus
disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan
penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi
juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan
main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang
menunjukkan sikap tidak percaya, maka
hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah
memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara
hubungan interpersonal
adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang
berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan
suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan
salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
3. Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam
bukunya yang berjudul Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber
konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:
a. Kompetisi, dimana salah satu pihak
berusaha memperoleh sesuatu dengan
mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam
bidang
tertentu dengan merendahkan orang lain.
b. Dominasi, dimana salah satu pihak
berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
c. Kegagalan, dimana masing-masing
berusaha menyalahkan yang lain
apabila tujuan bersama tidak tercapai.
d. Provokasi, dimana salah satu pihak
terus-menerus berbuat sesuatu yang ia
ketahui menyinggung perasaan yang lain.
e. Perbedaan nilai,
dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang
mereka anut.
C.
Intimasi dan hubungan pribadi
Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily
dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang
didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian
seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c) Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger
& Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang
berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu.
Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang
berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi
lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater
(1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam
suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan
intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan
atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan
maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan
langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan
kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan
tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang
harmonis dan langgeng.
Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
D.
Intimasi dan pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1)
kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
(2)
kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki
pernikahan.
(3)
kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk
memegang rahasia.
(4)
kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
(5)
kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .
Wirawan, Sarlito S.
2002. Individu dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka