TEORI ALLPORT
Menurut
Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat
yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku
menurut prinsip otonomi fungsional.
Kualitas
Kepribadian yang matang menurut allport sebagai berikut:
1. Ekstensi sense
of self
· Kemampuan
berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
· Kemampuan
diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
· Kemampuan
merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2. Hubungan
hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy
(hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion
(pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang).
3.
Penerimaan diri
Kemampuan
untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal
: mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4.
Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih,
mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku
lain yang merusak.
5.
Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan
diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak
sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada
saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6. Filsafat
Hidup
Ada latar
belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan
arti. Contohnya lewat agama.
Untuk
memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak
semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang
melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
TEORI ROGERS
Rogers nampaknya tidak memetingkan konstruk-konstruk struktural,dan lebih
senang menaruh perhatian pada perubahan dan perkembangan kepribadian, namun ada
dua konstruk yang sangat penting dalam teorinya dan bahkan dapat dianggap
sebagai tempat berpijak bagi seluruh teorinya. Kedua konstruk tersebut adalah organisme dan diri (self).
1.
Organisme
Organisme adalah lokus
atau tempat dari seluruh pengalaman. Pengalaman meliputi segala sesuatu yang
secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat.
Keseluruhan pengalaman ini merupakan medan fenomenal. Medan fenomenal adalah “frame of reference” dari individu yang hanya dapat diketahui oleh
orang itu sendiri. Bagaimana individu bertingkah laku tergantung pada medan
fenomenal itu(kenyataan subjektif) dan bukan pada keadaan-keadaan perangsangnya
(kenyataan luar). Harus dicatat bahwa medan fenomenal tidak identik dengan
medan kesadaran. “ kesadaran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman
kita”(rogers,1959,hlm.198). Meskipun rogers tidak menyinggung isu tentang
kenyataan yang “sebenarnya”, namun jelas bahwa orang-orang harus memiliki suatu
konsepsi tentang standar kenyataan luar atau impersonal, sebab kalau tidak
demikian mereka tidak akan dapat menguji gambar kenyataan batin (subjektif)
dengan kenyataan “objektif”.
2.
Diri (self)
Sebagian dari medan
fenomenal lama kelamaan menjadi terpisah. Ini adalah diri. Diri atau konsep
diri merupakan salah satu konstruk sentral dalam teori rogers, dan ia
memebrikan suatu penjelasan yang menarik bagaimana ini terjadi. Diri adalah
suatu istilah yang kabur, ambigu atau bermakna ganda, istilah yang tidak
berarti secara ilmiah, dan telah hilang dari kamus psikolog bersama
menghilangkan para introspeksionis.
3.
Organisme dan aku :
keselarasan dan ketidaklarasan
Pentingnya
konsep-konsep struktural, yakni organisme dan “diri”,dalam teori rogers menjadi
jelas dalam pembicaraannya tentang kongruensi dan inkongruensi antara diri
sebagaimana dipersepsikan dan pengalaman aktual organisme. Dalam teori rogers
secara implisit terdapat dua manifestasi lain dari kongruensi-inkongruensi.
Pertama adalah kongruensi atau inkongruensi antara kenyataan subjektif (medan
fenomenal) dan kenyataan luar (dunia sebagaimana adanya). Kedua adalah tingkat
kesesuaian antara diri dan diri ideal. Apabila perbedaan antara diri dan diri
ideal adalah besar, maka orang merasa tidak puas dan tidak dapat menyesuaikan
diri.
TEORI MASLOW
Level 1 – Kebutuhan akan Fisiologis
Kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini mencakup
hal-hal untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti bernafas, makan, minum, tidur,
seks dan sebagainya. Orang yang masih berada di level ini, kecenderungannya
hanya berfokus mengenai kebutuhan dasar.
Level 2 – Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan
akan rasa aman mencakup banyak hal seperti rasa aman terhadap diri sendiri dan
keluarganya dari serangan kejahatan, kondisi keamanan finansial dari
pekerjaan/krisis ekonomi dan sebagainya. Orang yang masih berada pada level ini
akan dipenuhi rasa khawatir hidupnya terancam.
Level 3 – Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan memiliki
Kebutuhan
akan rasa cinta dan memiliki menjadi kebutuhan sesorang untuk memuaskan batin
melalui kasih sayang dari orang lain, seperti keluarga, pasangan maupun
keinginan untuk diterima oleh kelompok. Orang yang ada pada level kebutuhan ini
sangat berkeinginan untuk eksis dan bersosialisasi.
Level 4 – Kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan
akan penghargaan ada karena seseorang sangat ingin dianggap penting, kebutuhan
ini mencakup kriteria kebutuhan akan pengakuan, kepercayaan diri, prestasi,
penghargaan dan penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan
adanya kebutuhan ini akan membuat seseorang lebih terdorong untuk mencapai
hal-hal yang lebih tinggi lagi dalam hidup yang belum dapat dicapainya hingga
saat ini.
Level 5 – Kebutuhan Akan Aktualisasi diri
Kebutuhan
akan aktualisasi diri adalah mengenai kebutuhan mendapatkan kepuasan diri yang
mencakup pemenuhan akan moralitas, kreativitas, spontanitas, penyelesaian
masalah, dan penerimaan kenyataan yang terjadi. Di tahap aktualisasi diri
seseorang akan lebih terfokus pada mendorong dirinya mencapai prestasi-prestasi
tertinggi, bukan dengan tujuan utama hanya semata-mata untuk mendapatkan
penghargaan saja tapi lebih kepada untuk upaya memaksimalkan agar hidupnya
lebih bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
TEORI FROMM
KEBUTUHAN MANUSIA
Umumnya kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan
fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari
manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit.
Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai
manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama kebutuhan untuk
menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri dari kebutuhan
Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami
dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari
kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan
Effectiveness.
Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1. Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi
perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri.
Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari
sesuatu. Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni
hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan
orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang
didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian
dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau
kekuasaan.
2. Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran
adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di
dunia (merasa seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena
dua alasan yaitu:
· Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh
situasi (ketika manusia dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan
alaminya)
· Fikiran dan kebebasan yang dikemangkannya sendiri
justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat diri
dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia
harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang
integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas,
berada di tengah-tengah duania yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan
fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi,
dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikata baru dengan dunia baru.
3. Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu
menyadari dirinya sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa
kuat dan menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya meras tak berdaya. Orang
ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan
ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk
mengatasi sifat fasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah
dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi keterhubungan,
transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan
sesuatu).
4. Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi
eksistensi keterpisahan antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri
seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari
kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan
kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul
kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan (tanpa
menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan dan
kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk menjadi
manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan orang lain.
5. Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi
“aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang
terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa
membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Misalnya
orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat
dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.
Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas
1) Kerangka orientasi (frame of orientaion): Orang
membutuhkan peta mengenai dunia sosial dan dunia alaminya; tanpa peta itu dia
akan bingung dan tidak mampu bertingkah laku yang ajeg-mempribadi. Manusia
selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas yang
menakutkan, mereka membutuhkan hidupnya menjadi bermakna. Dia berkeinginan
untuk dapat meramalkan kompleksitas eksistensi. Kerangka orientasi adalah
seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku
bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan
jiwa.
2) Kerangka kesetiaan (frame of devotion): Kebutuhan
untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Orang membutuhkan sesuatu yang dapat
menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi
bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian makna
hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan.
3) Keterangsangan- stimulasi (excitation-stimulation):
Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak.
Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan),
tetapi stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi atau hukm fisika).
Stimuli yang tidak cukup direaksi saat itu, tetapi harus direspon secara aktif,
produktif, dan berkelanjutan.
4) Keefektivan (effectivity): Kebutuhan untuk
menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan melatih
kompetensi/kemampuan.
MEKANISME MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN
Masyarakat kapitalis kontemporer menempatkan orang
sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan
mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Menurut Fromm,
ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja
produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu
berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm,
normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan
kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk
memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:
1. Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu
dengan orang lain, tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini
adalah pendekatan optimistik dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan
orang lain melalui kerja dan cinta, melalui ekspresi perasaan dan kemampuan
intelektual yang tulus dan terbuka. Oleh Fromm disebut pendekatan humanistik,
yang membuat orang tidak merasa kesepian dan tertekan, karena semua menjadi
saudara dari yang lain.
2. Memperoleh rasa aman denagn meninggalkan kebebasan
dan menyerahkan bulat-bulat individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu
(bisa orang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini
dapat menghilangkan kecemasan karena kesendirian dan ketidakberdayaan, namun
menjadi negatif karena tidak mengizinkan orang mengekspresikan diri, dan
mengembangkan diri. Cara memperoleh rasa aman dengan berlindung di bawah
kekuatan lain disebut Fromm mekanisme pelarian. Mekanisme pelarian sepanjang
dipakai sekali waktu, adalah dorongan yang normal pada semua orang, baik
individual maupun kolektif. Ada tiga mekanisme pelarian yang terpenting, yakni
otoritarianisme, destruktif, dan konfomitas.
a. Otoritarianisme (authoritarianism)
Kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian diri dan
menggabungkannya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya, untuk
memperoleh kekuatan yang dirasakan tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk
menggabung dengan partner yang memiliki kekuatan bisa merupakan masokisme dan
sadisme. Masokisme merupakan hasil dari perasaan dasar tidak beraya, lemah,
inferior yang dibawa, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya.
Masokisme merupakan bentuk tersembunyi dari perjuangan memperoleh cinta dan
kesetiaan, tetapi tidak memberi sumbangan positif kekemandirian. Sedangkan
sadisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar melalui penyatuan diri dengan
orang lain atau institusi. Sadisme juga merupakan bentuk neurotik yang lebih
parah dan lebih berbahaya (karena mengacam orang lain) dibanding masokisme.
b. Perusakan (destruktiveness)
Destruktif berakar pada perasaan kesepian, isolasi,
dan tak berdaya. Destruktif mencari kekuatan tidak melalui membangun hubungan
dengan pihak luar, tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain,
individu, bahkan negara dapat memakai strstegi destruktif , merusak orang atau
obyek, dalam rangka memperoleh perasaan kuat yang hilang.
c. Penyesuaian (conformity)
Bentuk pelarian dari perasaan kesepian dari isolasi
berupa penyerahan individualitas dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan
kekuatan dari luar. Orang menjadi robot, mereaksi sesuatu persis seperti yang
direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain.
Daftar Pustaka
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta:
Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja
Grafindo
TULISAN 2
1. Arti penting stress
Stress adalah suatu keadaan di mana beban yang dirasakan seseorang tidak
sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu.
Efek-efek stress (hans selye) :
General Adaptation
Syndrom
Selye (1983)
menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut
:
§ Tahap
peringatan (Alarm Stage)
Tahap reaksi awal
tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada
tahapan ini dalam jangka waktu lama.
§ Tahap Adaptasi
atau Eustres (Adaptation Stage)
Tahap dimana tubuh
mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi
stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan
terhadap penyakit.
§ Tahap
Kelelahan atau distres (Exhaution Stage)
Tahap dimana adaptasi
tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga
berdampak pada seluruh tubuh
Efek lain seperti efek
fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
§ Nyeri dada
§ Insomnia atau
tidur masalah
§ Nyeri kepala
Konstan
§ Hipertensi
§ Tukak
2. Tipe-tipe
stress
a. Tekanan :
diakibatkan karena masalah yang harusnya kecil tetapi dibesar-besarkan.
b. Konflik :
disebabkan karena kondisi yang melelahkan dan sudah di titik puncak rasa lelah
atau kesal bisa menyebabkan konflik.
c. Frustasi :
terjasi bila antara harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak
sesuai. Frustasi juga terjadi bila tujuan yang ingin dicapai mendapatkan
rintangan (Atkinson,dkk,1991).
d.
Kecemasan : Kecemasan adalah
suatu keadaan yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah
untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal dari ego yang akan
terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman tidak
diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara rasional
dan cara-cara langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak
realistik, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego atau
defence mechanism (Freud & Corey, 2005)
3. Symtom reducing
respons stress
a. Menilai situasi
stres,yaitu menggolongkan jenis stres(kategorisasi),dan memperkirakan bahaya
yang berkaitan dengan stres.
b. Merumuskan alternatif
tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan tindakan yang paling mungkin untuk
dilakukan.
c. Melaksanakan tindakan
adalah langkah yang paling sukar.
d.
Melihat feedback.
4.
Respon menyangkut Defense
Mechanism
5.
Pendekatan problem solving
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback,
tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres
kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat
yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu
tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan
melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu
bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self,
utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup
membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya
hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang
positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan
pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Daftar pustaka
Siswanto. 2007. Kesehatan
Mental: Konsep, Cangkupan dan Perkembangannya. Ed.,I.Yogyakarta: ANDI.
Suprapti dan
slamet.2007.psikologi klinis: frustasi,stress dan penyesuain
diri.sugiarta.jakarta:universitas indonesia.
TULISAN 3
Pengertian dan
jenis-jenis koping :
Istilah coping merupakan istilah yang sudah
jamak dalam psikologi serta memiliki makna yang kaya, maka penggunaan istilah
tersebut dipertahankan dan langsung diserap ke dalam bahasa indonesia untuk
membantu memahami bahwa coping tidak
sesederhana makna harafiahnya saja.
Jenis-jenis coping : Lazarus membagi koping menjadi dua jenis, yaitu :
1. Tindakan Langsung (Direct
Action)
Yaitu setiap
usaha tingkah laku yan dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan atau
luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah
dengan lingkungan. Hal ini terfokuskan terhadap masalah artinya seseorang
ketika menghadapi konflik-stres agar dapat mencari tahu sebab-musabab mengapa
ia menjadi stres dan apa yang ia rasakan kemudian ia hubungkan terhadap
lingkungan, bagaimana efeknya untuk lingkungan, jika yang terjadi adalah
menjadi semakin kompleks, maka kita harus mengubah pandangan stres kita dengan
melakukan pengalihan, contohnya setelah ditinggalkan oleh pacarnya Mitha merasa
kecewa dan sedih sehingga mempengaruhi moodnya terhadap lingkungannya, karena
moodnya sedang buruk ia terlihat lebih sensitif lalu orang-orang menjauhinya
(tidak ingin membuat Mitha semakin marah), karena ketidak stabilan moodnya yang
merugikan dirinya, maka Mitha bangkit dari rasa sedihnya, da Mitha kembali
ceria seperti sedia kala.
2. Peredaran atau
Peringanan (Palliation)
Jenis koping
ini mengacu pada mengurangi atau menghilangkan atau menoleransi tekanan-tekanan
kebutuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yan
dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Pada jenis koping ini bertitik
fokus pada emosi yang ditimbulkan dari lingkunga. Contohnya, dahulu ketika Mia
bersekolah Mia selalu masuk dalam sekolah negeri dan ketika ia berkuliah Mia
tidak dapat masuk dalam peruruan tinggi negeri sehingga ia melanjutkan ke
perguruan tinggi swasta, akhirnya Mia menjadi sedih, dan sangat kecewa,
akhirnya untuk menghilangkan rasa kecewanya Mia berusaha menerima kenyataannya
kemudian demi menenangkan dirinya sendiri Mia selalu (terkadang) berkhayal
bahwa Mia sedan berkuliah di perguruan tinggi negeri.
Jenis-jenis koping
yang konstruktif atau positif (sehat)
Harber & Runyon(1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap
konstruktif :
1.Penalaran (Reasoning)
Yaitu
penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif
pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap
paling menguntungkan.
2. Objektifitas
Yaitu
kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam
pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan
untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan yang
tidak berkaitan.
3. Konsentrasi
Yaitu
kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang
dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi.
4. Humor
Yaitu
kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi,
sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak
dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
5. Supresi
Yaitu
kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga
memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih
konstruktif.
6. Toleransi terhadap
Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu
kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak
jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut.
7. Empati
Yaitu
kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup
kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh
orang lain.
KOPING POSITIF (
SEHAT)
1. Antisipasi
Antisipasi
berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang.
Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres
baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari
konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau
solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi
berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain
dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi
konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang
lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Altruisme
merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan orang
lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari
luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain.
4. Penegasan diri (self
assertion)
Individu
berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara
mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi
dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (Self
observation)
Pengamatan
diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara
objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap
tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman
mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.
Daftar pustaka
Siswanto. 2007. Kesehatan
Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002.