Halooooo.... semua
perkenalkan nama saya lulu miradiani,saya suka sekali dengan psikologi karena
bagi saya psikologi menarik sekali. Karena bisa mengetahui karakter orang lain
lebih mendalam. Oh a hampir lupa saya lahir di bandung tanggal 27 februari 1994
di bidan nonok nama bidannya. Umur saya sekarang 19 tahun,banyak banget hal
yang saya dapatkan dari kecil sampe sekarang. Kata teman saya,saya selalu
membuat orang yang di samping saya merasa nyaman. Saya tipekal orang yang
eksrovet terhadap lingkungan saya. Saya selalu ingin tau tentang orang
lain,karna menurut saya,saya bisa belajar dari pengalaman orang lain tersebut.
Kenapa saya ingin masuk psikologi?karna saya ingin menjadi psikologi perdamaian
dan psikologi yang dihargai,agar bisa meredam setiap emosi yang muncul dari orang yang berbeda.,itu termasuk cita-cita saya.
Sekarang saya sudah semester 5 insa allah lulus dengan lancar. Saya juga ikut
menjadi relawan untuk mengajar anak jalanan,khususnya yang ada di daerah
cikini.bagi saya mengajari mereka sama dengan saya belajar dengan mereka,karna
saya menjadi tau bahwa hidup,cita-cita,dan semuanya harus dicapai dengan jerih
payah. Karena dari jerih payah itulah kita tidak menyia-nyiakan hidup yang
singkat ini. Saya pernah mengalami kesalahpahaman, jadi sewaktu saya mau pulang
ke rumah saya sedang tidak bawa motor,akhirnya saya naik angkot lalu disebelah
saya ada ibu ang membawa anaknya tetapi seoarang gelandangan,lalu jendela
angkot saya terbuka lebar akhirnya muka saya terkena asap kenalpot kopaja,lalu saya
mengambil masker untuk menghindari asap tersebut. Tapi ibu yang di sebelah saya
berfikir kalau saya memakai masker karna saya merasa bau disamping
beliau,akhirnya ibu tadi marah-marah kepada saya dan memaki-maki saya,lalu saya
merasa taku karna beliau sudah mengancam saya,akhirnya saya putuskan untuk
turun dari angkot tersebut. Saking saya takutnya saya pulang dengan naik
taksi,setelah kejadian itu saya trauma untuk naik angkot.
Sabtu, 12 Oktober 2013
Senin, 13 Mei 2013
softkill 3
Penyesuaian
diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri
dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka,
depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang
tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).
Penyesuaian dapat
diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut :
- Penyesuaian berarti adaptasi; dapat
mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan sosial.
- Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai
konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau
prinsip.
- Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan,
yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon –
respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki
kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekkuatt/ memnuhi
syarat.
- Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan
kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara
positifmemiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada
diri sendiri dan pada lingkungan.
Kartini
Kartono, 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Variasi dalam pertumbuhan.
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
Kondisi-kondisi untuk bertumbuh.
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
· PERTUMBUHAN
PERSONAL
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia disebut
sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya
sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang
khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik
terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu
tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit
demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter
atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan
banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan
keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan
kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling
dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti
menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup
keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma
yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung
individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah hal
itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam
masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma
tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya
suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam
menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam
kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam
lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang
cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan individu:
Faktor genetik
· Faktor
keturunan — masa konsepsi
· Bersifat
tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
· Menentukan
beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata,
pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti
temperamen
· Potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
Faktor eksternal / lingkungan
· Mempengaruhi
individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
· Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari
lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan
pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah
individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh
dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang
menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin
sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses perubahan secara
perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru
kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan
dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap
disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak
lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
Contoh : Saat seorang mahasiswa mengalami masalah
mengenai penurunan nilainya. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban
pikirannya, misalnya dengan malakukan hobinya contohnya dengan bermain bola.
Basuki,Heru.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Universitas
Gunadarma
Tulisan 2
A. Teori Mengenai Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai hubungan interpersonal,
yaitu:
1. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang
lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan
Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran
sosial sebagai berikut:
“Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa
setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan
sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi
ganjaran dan
biaya”.
Ganjaran yang dimaksud adalah
setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu
hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap
nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang
negatif yang terjadi dalam.
suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik,
kecemasan, dan
keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menimbulkan efek-efek
tidak menyenangkan.
2. Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan
peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan
peranannya.
3. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat
strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem
yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan.
Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan
mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu, segera akan
diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan
bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.
B. Tahap Hubungan Interpersonal
Adapun tahap-tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga
dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari
proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh
usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya.
Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai
pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses
mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi
pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a)
informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c)
rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang
lain; serta g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat
statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan
keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini,
yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional
yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan
interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang
tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang
siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai
pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus
berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan.
Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak
yang mau mengalah.
Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti
oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus
disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan
penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi
juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan
main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang
menunjukkan sikap tidak percaya, maka
hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah
memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara
hubungan interpersonal
adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang
berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan
suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan
salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
3. Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam
bukunya yang berjudul Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber
konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:
a. Kompetisi, dimana salah satu pihak
berusaha memperoleh sesuatu dengan
mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam
bidang
tertentu dengan merendahkan orang lain.
b. Dominasi, dimana salah satu pihak
berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
c. Kegagalan, dimana masing-masing
berusaha menyalahkan yang lain
apabila tujuan bersama tidak tercapai.
d. Provokasi, dimana salah satu pihak
terus-menerus berbuat sesuatu yang ia
ketahui menyinggung perasaan yang lain.
e. Perbedaan nilai,
dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang
mereka anut.
C.
Intimasi dan hubungan pribadi
Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily
dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang
didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian
seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c) Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger
& Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang
berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu.
Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang
berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi
lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater
(1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam
suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan
intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan
atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan
maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan
langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan
kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan
tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang
harmonis dan langgeng.
Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
D.
Intimasi dan pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1)
kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
(2)
kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki
pernikahan.
(3)
kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk
memegang rahasia.
(4)
kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
(5)
kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .
Wirawan, Sarlito S.
2002. Individu dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka
Sabtu, 27 April 2013
TEORI ALLPORT
Menurut
Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat
yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku
menurut prinsip otonomi fungsional.
Kualitas
Kepribadian yang matang menurut allport sebagai berikut:
1. Ekstensi sense
of self
· Kemampuan
berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
· Kemampuan
diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
· Kemampuan
merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2. Hubungan
hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy
(hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion
(pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang).
3.
Penerimaan diri
Kemampuan
untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal
: mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4.
Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih,
mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku
lain yang merusak.
5.
Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan
diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak
sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada
saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6. Filsafat
Hidup
Ada latar
belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan
arti. Contohnya lewat agama.
Untuk
memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak
semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang
melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
TEORI ROGERS
Rogers nampaknya tidak memetingkan konstruk-konstruk struktural,dan lebih
senang menaruh perhatian pada perubahan dan perkembangan kepribadian, namun ada
dua konstruk yang sangat penting dalam teorinya dan bahkan dapat dianggap
sebagai tempat berpijak bagi seluruh teorinya. Kedua konstruk tersebut adalah organisme dan diri (self).
1.
Organisme
Organisme adalah lokus
atau tempat dari seluruh pengalaman. Pengalaman meliputi segala sesuatu yang
secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat.
Keseluruhan pengalaman ini merupakan medan fenomenal. Medan fenomenal adalah “frame of reference” dari individu yang hanya dapat diketahui oleh
orang itu sendiri. Bagaimana individu bertingkah laku tergantung pada medan
fenomenal itu(kenyataan subjektif) dan bukan pada keadaan-keadaan perangsangnya
(kenyataan luar). Harus dicatat bahwa medan fenomenal tidak identik dengan
medan kesadaran. “ kesadaran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman
kita”(rogers,1959,hlm.198). Meskipun rogers tidak menyinggung isu tentang
kenyataan yang “sebenarnya”, namun jelas bahwa orang-orang harus memiliki suatu
konsepsi tentang standar kenyataan luar atau impersonal, sebab kalau tidak
demikian mereka tidak akan dapat menguji gambar kenyataan batin (subjektif)
dengan kenyataan “objektif”.
2.
Diri (self)
Sebagian dari medan
fenomenal lama kelamaan menjadi terpisah. Ini adalah diri. Diri atau konsep
diri merupakan salah satu konstruk sentral dalam teori rogers, dan ia
memebrikan suatu penjelasan yang menarik bagaimana ini terjadi. Diri adalah
suatu istilah yang kabur, ambigu atau bermakna ganda, istilah yang tidak
berarti secara ilmiah, dan telah hilang dari kamus psikolog bersama
menghilangkan para introspeksionis.
3.
Organisme dan aku :
keselarasan dan ketidaklarasan
Pentingnya
konsep-konsep struktural, yakni organisme dan “diri”,dalam teori rogers menjadi
jelas dalam pembicaraannya tentang kongruensi dan inkongruensi antara diri
sebagaimana dipersepsikan dan pengalaman aktual organisme. Dalam teori rogers
secara implisit terdapat dua manifestasi lain dari kongruensi-inkongruensi.
Pertama adalah kongruensi atau inkongruensi antara kenyataan subjektif (medan
fenomenal) dan kenyataan luar (dunia sebagaimana adanya). Kedua adalah tingkat
kesesuaian antara diri dan diri ideal. Apabila perbedaan antara diri dan diri
ideal adalah besar, maka orang merasa tidak puas dan tidak dapat menyesuaikan
diri.
TEORI MASLOW
Level 1 – Kebutuhan akan Fisiologis
Kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini mencakup
hal-hal untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti bernafas, makan, minum, tidur,
seks dan sebagainya. Orang yang masih berada di level ini, kecenderungannya
hanya berfokus mengenai kebutuhan dasar.
Level 2 – Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan
akan rasa aman mencakup banyak hal seperti rasa aman terhadap diri sendiri dan
keluarganya dari serangan kejahatan, kondisi keamanan finansial dari
pekerjaan/krisis ekonomi dan sebagainya. Orang yang masih berada pada level ini
akan dipenuhi rasa khawatir hidupnya terancam.
Level 3 – Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan memiliki
Kebutuhan
akan rasa cinta dan memiliki menjadi kebutuhan sesorang untuk memuaskan batin
melalui kasih sayang dari orang lain, seperti keluarga, pasangan maupun
keinginan untuk diterima oleh kelompok. Orang yang ada pada level kebutuhan ini
sangat berkeinginan untuk eksis dan bersosialisasi.
Level 4 – Kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan
akan penghargaan ada karena seseorang sangat ingin dianggap penting, kebutuhan
ini mencakup kriteria kebutuhan akan pengakuan, kepercayaan diri, prestasi,
penghargaan dan penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan
adanya kebutuhan ini akan membuat seseorang lebih terdorong untuk mencapai
hal-hal yang lebih tinggi lagi dalam hidup yang belum dapat dicapainya hingga
saat ini.
Level 5 – Kebutuhan Akan Aktualisasi diri
Kebutuhan
akan aktualisasi diri adalah mengenai kebutuhan mendapatkan kepuasan diri yang
mencakup pemenuhan akan moralitas, kreativitas, spontanitas, penyelesaian
masalah, dan penerimaan kenyataan yang terjadi. Di tahap aktualisasi diri
seseorang akan lebih terfokus pada mendorong dirinya mencapai prestasi-prestasi
tertinggi, bukan dengan tujuan utama hanya semata-mata untuk mendapatkan
penghargaan saja tapi lebih kepada untuk upaya memaksimalkan agar hidupnya
lebih bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
TEORI FROMM
KEBUTUHAN MANUSIA
Umumnya kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan
fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari
manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit.
Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai
manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama kebutuhan untuk
menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri dari kebutuhan
Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami
dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari
kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan
Effectiveness.
Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1. Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi
perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri.
Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari
sesuatu. Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni
hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan
orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang
didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian
dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau
kekuasaan.
2. Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran
adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di
dunia (merasa seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena
dua alasan yaitu:
· Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh
situasi (ketika manusia dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan
alaminya)
· Fikiran dan kebebasan yang dikemangkannya sendiri
justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat diri
dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia
harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang
integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas,
berada di tengah-tengah duania yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan
fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi,
dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikata baru dengan dunia baru.
3. Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu
menyadari dirinya sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa
kuat dan menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya meras tak berdaya. Orang
ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan
ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk
mengatasi sifat fasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah
dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi keterhubungan,
transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan
sesuatu).
4. Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi
eksistensi keterpisahan antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri
seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari
kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan
kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul
kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan (tanpa
menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan dan
kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk menjadi
manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan orang lain.
5. Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi
“aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang
terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa
membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Misalnya
orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat
dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.
Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas
1) Kerangka orientasi (frame of orientaion): Orang
membutuhkan peta mengenai dunia sosial dan dunia alaminya; tanpa peta itu dia
akan bingung dan tidak mampu bertingkah laku yang ajeg-mempribadi. Manusia
selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas yang
menakutkan, mereka membutuhkan hidupnya menjadi bermakna. Dia berkeinginan
untuk dapat meramalkan kompleksitas eksistensi. Kerangka orientasi adalah
seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku
bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan
jiwa.
2) Kerangka kesetiaan (frame of devotion): Kebutuhan
untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Orang membutuhkan sesuatu yang dapat
menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi
bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian makna
hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan.
3) Keterangsangan- stimulasi (excitation-stimulation):
Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak.
Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan),
tetapi stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi atau hukm fisika).
Stimuli yang tidak cukup direaksi saat itu, tetapi harus direspon secara aktif,
produktif, dan berkelanjutan.
4) Keefektivan (effectivity): Kebutuhan untuk
menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan melatih
kompetensi/kemampuan.
MEKANISME MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN
Masyarakat kapitalis kontemporer menempatkan orang
sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan
mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Menurut Fromm,
ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja
produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu
berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm,
normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan
kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk
memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:
1. Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu
dengan orang lain, tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini
adalah pendekatan optimistik dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan
orang lain melalui kerja dan cinta, melalui ekspresi perasaan dan kemampuan
intelektual yang tulus dan terbuka. Oleh Fromm disebut pendekatan humanistik,
yang membuat orang tidak merasa kesepian dan tertekan, karena semua menjadi
saudara dari yang lain.
2. Memperoleh rasa aman denagn meninggalkan kebebasan
dan menyerahkan bulat-bulat individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu
(bisa orang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini
dapat menghilangkan kecemasan karena kesendirian dan ketidakberdayaan, namun
menjadi negatif karena tidak mengizinkan orang mengekspresikan diri, dan
mengembangkan diri. Cara memperoleh rasa aman dengan berlindung di bawah
kekuatan lain disebut Fromm mekanisme pelarian. Mekanisme pelarian sepanjang
dipakai sekali waktu, adalah dorongan yang normal pada semua orang, baik
individual maupun kolektif. Ada tiga mekanisme pelarian yang terpenting, yakni
otoritarianisme, destruktif, dan konfomitas.
a. Otoritarianisme (authoritarianism)
Kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian diri dan
menggabungkannya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya, untuk
memperoleh kekuatan yang dirasakan tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk
menggabung dengan partner yang memiliki kekuatan bisa merupakan masokisme dan
sadisme. Masokisme merupakan hasil dari perasaan dasar tidak beraya, lemah,
inferior yang dibawa, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya.
Masokisme merupakan bentuk tersembunyi dari perjuangan memperoleh cinta dan
kesetiaan, tetapi tidak memberi sumbangan positif kekemandirian. Sedangkan
sadisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar melalui penyatuan diri dengan
orang lain atau institusi. Sadisme juga merupakan bentuk neurotik yang lebih
parah dan lebih berbahaya (karena mengacam orang lain) dibanding masokisme.
b. Perusakan (destruktiveness)
Destruktif berakar pada perasaan kesepian, isolasi,
dan tak berdaya. Destruktif mencari kekuatan tidak melalui membangun hubungan
dengan pihak luar, tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain,
individu, bahkan negara dapat memakai strstegi destruktif , merusak orang atau
obyek, dalam rangka memperoleh perasaan kuat yang hilang.
c. Penyesuaian (conformity)
Bentuk pelarian dari perasaan kesepian dari isolasi
berupa penyerahan individualitas dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan
kekuatan dari luar. Orang menjadi robot, mereaksi sesuatu persis seperti yang
direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain.
Daftar Pustaka
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta:
Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja
Grafindo
TULISAN 2
1. Arti penting stress
Stress adalah suatu keadaan di mana beban yang dirasakan seseorang tidak
sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu.
Efek-efek stress (hans selye) :
General Adaptation
Syndrom
Selye (1983)
menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut
:
§ Tahap
peringatan (Alarm Stage)
Tahap reaksi awal
tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada
tahapan ini dalam jangka waktu lama.
§ Tahap Adaptasi
atau Eustres (Adaptation Stage)
Tahap dimana tubuh
mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi
stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan
terhadap penyakit.
§ Tahap
Kelelahan atau distres (Exhaution Stage)
Tahap dimana adaptasi
tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga
berdampak pada seluruh tubuh
Efek lain seperti efek
fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
§ Nyeri dada
§ Insomnia atau
tidur masalah
§ Nyeri kepala
Konstan
§ Hipertensi
§ Tukak
2. Tipe-tipe
stress
a. Tekanan :
diakibatkan karena masalah yang harusnya kecil tetapi dibesar-besarkan.
b. Konflik :
disebabkan karena kondisi yang melelahkan dan sudah di titik puncak rasa lelah
atau kesal bisa menyebabkan konflik.
c. Frustasi :
terjasi bila antara harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak
sesuai. Frustasi juga terjadi bila tujuan yang ingin dicapai mendapatkan
rintangan (Atkinson,dkk,1991).
d.
Kecemasan : Kecemasan adalah
suatu keadaan yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah
untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal dari ego yang akan
terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman tidak
diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara rasional
dan cara-cara langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak
realistik, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego atau
defence mechanism (Freud & Corey, 2005)
3. Symtom reducing
respons stress
a. Menilai situasi
stres,yaitu menggolongkan jenis stres(kategorisasi),dan memperkirakan bahaya
yang berkaitan dengan stres.
b. Merumuskan alternatif
tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan tindakan yang paling mungkin untuk
dilakukan.
c. Melaksanakan tindakan
adalah langkah yang paling sukar.
d.
Melihat feedback.
4.
Respon menyangkut Defense
Mechanism
5.
Pendekatan problem solving
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback,
tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres
kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat
yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu
tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan
melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu
bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self,
utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup
membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya
hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang
positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan
pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Daftar pustaka
Siswanto. 2007. Kesehatan
Mental: Konsep, Cangkupan dan Perkembangannya. Ed.,I.Yogyakarta: ANDI.
Suprapti dan
slamet.2007.psikologi klinis: frustasi,stress dan penyesuain
diri.sugiarta.jakarta:universitas indonesia.
TULISAN 3
Pengertian dan
jenis-jenis koping :
Istilah coping merupakan istilah yang sudah
jamak dalam psikologi serta memiliki makna yang kaya, maka penggunaan istilah
tersebut dipertahankan dan langsung diserap ke dalam bahasa indonesia untuk
membantu memahami bahwa coping tidak
sesederhana makna harafiahnya saja.
Jenis-jenis coping : Lazarus membagi koping menjadi dua jenis, yaitu :
1. Tindakan Langsung (Direct
Action)
Yaitu setiap
usaha tingkah laku yan dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan atau
luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah
dengan lingkungan. Hal ini terfokuskan terhadap masalah artinya seseorang
ketika menghadapi konflik-stres agar dapat mencari tahu sebab-musabab mengapa
ia menjadi stres dan apa yang ia rasakan kemudian ia hubungkan terhadap
lingkungan, bagaimana efeknya untuk lingkungan, jika yang terjadi adalah
menjadi semakin kompleks, maka kita harus mengubah pandangan stres kita dengan
melakukan pengalihan, contohnya setelah ditinggalkan oleh pacarnya Mitha merasa
kecewa dan sedih sehingga mempengaruhi moodnya terhadap lingkungannya, karena
moodnya sedang buruk ia terlihat lebih sensitif lalu orang-orang menjauhinya
(tidak ingin membuat Mitha semakin marah), karena ketidak stabilan moodnya yang
merugikan dirinya, maka Mitha bangkit dari rasa sedihnya, da Mitha kembali
ceria seperti sedia kala.
2. Peredaran atau
Peringanan (Palliation)
Jenis koping
ini mengacu pada mengurangi atau menghilangkan atau menoleransi tekanan-tekanan
kebutuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yan
dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Pada jenis koping ini bertitik
fokus pada emosi yang ditimbulkan dari lingkunga. Contohnya, dahulu ketika Mia
bersekolah Mia selalu masuk dalam sekolah negeri dan ketika ia berkuliah Mia
tidak dapat masuk dalam peruruan tinggi negeri sehingga ia melanjutkan ke
perguruan tinggi swasta, akhirnya Mia menjadi sedih, dan sangat kecewa,
akhirnya untuk menghilangkan rasa kecewanya Mia berusaha menerima kenyataannya
kemudian demi menenangkan dirinya sendiri Mia selalu (terkadang) berkhayal
bahwa Mia sedan berkuliah di perguruan tinggi negeri.
Jenis-jenis koping
yang konstruktif atau positif (sehat)
Harber & Runyon(1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap
konstruktif :
1.Penalaran (Reasoning)
Yaitu
penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif
pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap
paling menguntungkan.
2. Objektifitas
Yaitu
kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam
pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan
untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan yang
tidak berkaitan.
3. Konsentrasi
Yaitu
kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang
dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi.
4. Humor
Yaitu
kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi,
sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak
dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
5. Supresi
Yaitu
kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga
memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih
konstruktif.
6. Toleransi terhadap
Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu
kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak
jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut.
7. Empati
Yaitu
kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup
kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh
orang lain.
KOPING POSITIF (
SEHAT)
1. Antisipasi
Antisipasi
berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang.
Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres
baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari
konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau
solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi
berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain
dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi
konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang
lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Altruisme
merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan orang
lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari
luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain.
4. Penegasan diri (self
assertion)
Individu
berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara
mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi
dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (Self
observation)
Pengamatan
diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara
objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap
tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman
mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.
Daftar pustaka
Siswanto. 2007. Kesehatan
Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002.
Langganan:
Postingan (Atom)